PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH
ACARA I
CENTERING DAN PENGUKURAN JARAK
Disusun Oleh :
GILANG SURYO NUGROHO
E100140057
Dosen Pengampu :
Agus Anggoro Sigit M.Si, M.Sc
Asisten Dosen :
Bondan Jati Kusumo
Wahyu Nugroho
Muh. Faqih Minallah
Nivo Prayogo
LABORATORIUM ILMU UKUR
TANAH
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ACARA I
CENTERING DAN PENGUKURAN JARAK
I.
TUJUAN PRAKTIKUM
a. Mengenalkan jenis-jenis dan bagian-bagian alat ukur yang biasa
digunakan dalam ukur tanah termasuk fungsinya masing-masing.
b. Mengetahui cara mengoperasikan jenis-jenis alat ukur tanah dengan
benar.
II.
ALAT DAN BAHAN
a. Theodolit Manual
b. Kaki Statif (Tripot)
c. Rambu Ukur
d. Alat Tulis
III.
DASAR TEORI
Berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dalam Ilmu Ukur Tanah,
maka alat-alat yang digunakan tentu saja alat-alat pengukuran dengan ketelitian
memadai. Peralatan utama yang umum diguakan dalam pengukuran tanah adalah
Theodolit dan Waterpass; sedangkan
peralatan penunjangnya meliputi : kaki statif (tripot), rambu (bak) ukur, yallon,
patok dan rollmeter.
Ilmu Ukur Tanah bagi sebagian orang seringkali dipahami
secara rancu dengan Ilmu Tanah. Keduanya memang memiliki media yang yang sama,
yaitu 'tanah'. Perbedaan keduanya terletak pada obyek materinya. Ilmu Tanah
mempelajari dan mengkaji tanah dalam pengertian sesungguhnya; sedangkan Ilmu
Ukur Tanah mempelajari aspek-aspek geometris yang ada di permukaan tanah yang
mencakup pengukuran, perhitungan dan penggambaran.
Theodolit adalah
instrument / alat ukur utama dalam ilmu ukur tanah yang dirancang untuk pengukuran
sudut yaitu sudut mendatar yang dinamakan dengan sudut vertikal. Dimana sudut –
sudut tersebut berperan dalam penentuan jarak mendatar dan jarak tegak diantara
dua buah titik lapangan. Di dalam theodolit, sudut yang dapat di baca bisa
sampai pada satuan sekon (detik). Alat ukur ini dapat
mengukur tiga ukuran dasar dalam ukur tanah yang meliputi : jarak, sudut dan
azimuth. Aplikasi dari tiga ukuran dasar ini sangat luas, karena semua jenis
pengukuran dalam ukur tanah tidak akan lepas dari ukuran-ukuran dasar tersebut.
Syarat – syarat utama yang
harus dipenuhi alat theodolit sehingga siap dipergunakan untuk pengukuran yang
benar adalah sbb :
1.
Sumbu kesatu benar – benar tegak / vertikal.
2.
Sumbu kedua harus benar – benar mendatar.
3.
Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4.
Tidak adanya salah indeks
pada lingkaran kesatu.
Theodolit memiliki jenis beragam, ada yang manual dan
ada pula yang digital. Perbedaan kedua jenis alat ini terletak pada teknis
pembacaan ukuran hasil bidikan. Theodolit manual menuntut kecakapan dan
ketelitian juru ukur dalam membaca hasil pengukuran. Pada satu obyek bidikan
yang sama, dua orang juru ukur dapat menghasilkan dua hasil ukuran yang
berbeda, karena ketelitian yang mungkin berbeda. Pada Theodolit digital hasil ukuran
secara otomatis sudah terbaca dalam layar yang tersedia pada alat, sehingga
selama dua orang juru ukur membidik obyek yang sama tepat pada satu titik, maka
kemungkinan besar hasil ukuran tidak akan berbeda.
Tripot sesuai namanya alat ini memiliki 3 (tiga) kaki fleksibel yang
digunakan untuk menyangga ataupun mendudukkan pesawat Theodolit, sehingga
posisi alat tidak bergerak dan dapat dibuat horisontal walaupun berada pada
permukaan tidak datar sekalipun. Hal ini disebabkan kaki fleksibel tripot yang dapat
disetel panjang pendeknya.
Rambu ukur atau bak ukur merupakan pasangan theodolit dalam pengukuran
jarak. Pengukuran jarak dengan mengunakan theodolit dan bak ukur adalah
pengukuran jarak secara tidak langsung yang dikenal dengan metode pengukuran
jarak optis.
IV.
LANGKAH KERJA
1.
Menyiapkan alat ukur tanah seperti Theodolit Manual,
Rambu Ukur, dan Tripot.
2.
Memasang kaki statif atau tripot dan
kaki tripot dibuat membentuk segitiga sama sisi agar seimbang. Kuatkan kaki
tripot dengan menginjaknya ke dalam tanah.
3.
Memasang Theodolit tersebut dengan mengendurkan
kunci baut yang terdapat pada tripot (pastikan kaki-kaki pesawat Theodolit
tepat di atas segitiga papan dudukan). Tidak ketinggalan pula untuk mengatur
theodolit supaya benar – benar datar dan dalam posisi horizontal serta
mengusahakan lensa okuler diatur tingginya setinggi dada.
4.
Mengatur posisi Theodolit pas dan tepat dengan titik
tengah segitiga papan dudukan dengan memantau titik tersebut melalui lensa
okuler.
5.
Setelah dirasa pas dan tepat, kita kunci dengan mengencangkan kunci
baut yang terdapat pada tripot sekaligus memastikan posisi agar kedudukan
pengukur (juru ukur) berada tegak lurus dengan salah satu sisi dari segitiga
papan dudukan Theodolit.
6.
Untuk mengatur Nivo, Perhatikan gambar di samping ini.
Gambar tersebut adalah kaki-kaki pesawat theodolit yang menempel pada papan
dudukan. Pada kaki-kaki terdapat knop perata horisontal yang dapat digerakkan
memutar. Garis panah lengkung merah menunjukkan gerakan keluar, sedangkan garis
lengkung biru menunjukkan gerakan masuk. Gerakan masuk keluar adalah gerakan
jari tangan untuk menyetel gelembung nivo kotak dalam rangka leveling alat. Perlu selalu diingat,
bahwa setiap pengukuran dengan menggunakan pesawat Theodolit langkah pertama
yang harus dilakukan adalah mendudukkan pesawat ukur dalam posisi datar (level). Pada
saat jari memutar (arah masuk masuk semua; arah keluar keluar semua),
perhatikan gelembung dalam nivo kotak (yang sebenarnya berbentuk lingkaran).
Kita pastikan gelembung tersebut berada pada posisi satu garis lurus dengan
letak menjauh atau mendekat dengan pengukur/juru ukur. Jika gelembung sudah
berada pada posisi tegak atau vertikal, kemudian masukkan gelembung pada
tengah-tengah nivo dengan cara memutar knop perata horisontal pada dudukan theodolite
nomor 3 atau menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi
alat ukur tersebut.. Apabila gelembung sudah berada tepat di tengah nivo, maka
langkah selanjutnya adalah menyetel nivo tabung dengan cara memposisikan
gelembung tepat berada di tengah-tengah nivo (mendatar) dengan cara menggerakan
secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut. Alat sudah siap digunakan jika
gelembung pada kedua nivo sudah tepat berada di tengah-tengah. Hal ini
menunjukkan, bahwa alat ukur sudah benar-benar dalam posisi horizontal.
7.
Sebelum membidik Obyek yang akan diukur, kita memposisikan
theodolit dengan mengendurkan sekrup pengunci centering kemudian geser kekiri atau kekanan sehingga tepat pada
tengah – tengah titik ikat (BM ), dilihat dari centering optik .
8.
Membidik obyek yang akan diukur, kemudian kunci obyek dengan
pengunci vertikal dan horizontal. Atur pemfokusan agar obyek terlihat jelas.
9.
Melakukan pengujian kedudukan garis
bidik dengan bantuan rambu ukur, tentukan benang atas dan benang bawah, kemudian
hitunglah jarak dari alat ukur dengan obyek. Periksa kembali ketepatan
hasilnya.
V.
HASIL PRAKTIKUM
Dari pengukuran didapatkan data sebagai berikut:
benang
atas (ba) :
1,48
benang
bawah (bb) : 1,32
Rumus perhitungan : D
= L x 100
D = jarak datar
L =
selisih ‘ba’ (benang atas) dan ‘bb’ (benang bawah)
maka:
L = ba - bb = 1,48-1,32= 0,16
D = L x 100 = 0,16 x 100 = 16
meter
VI.
PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum acara 1 ini didapatkan bahwa jarak dari alat ukur dan
obyek yang akan diukur adalah 16 meter. Hasil 16 meter tidak langsung
didapatkan tetapi harus melalui proses perhitungan mengunakan rumus dengan
memasukkan data benang atas dan benang bawah yang didapatkan dari pengukuran
menggunakan dengan theodolit. Benang atas dan benang bawah kemudian dicari
selisihnya dengan mengurangkan benang atas dan benang bawah, kemudian dikali
100. Dikali 100 karena satuan pada rambu ukur adalah sentimeter sedangkan
satuan yang diinginkan adalah meter.
Praktikum Ilmu Ukur Tanah pada pertemuan pertama memperkenalkan alat
praktikum, mempelajari Centering dan
Pengukuran jarak. Pada awal praktikan pertemuan pertama, alat yang digunakan
theodolit. Sebelum di gunakan, theodloit terlebih dahulu dilakukan centering.
Bagi pemula praktikan, melakukan centering
agak sedikit kesulitan, praktikan harus menemukan titik tengah. Akan tetapi
melakukan centering bisa dilakukan sendiri dengan menggunakan feeling membuka kaki dari penyangga
theodolit agar menemukan titik tengah. Untuk melakukan pengukuran jarak, yang
pertama dilakukan ialah posisi gelembung di nivo pada theodolit harus seimbang
sama-sama berada ditengah, dan sudut pada theodolit harus 900.
Letakkan rambu ukur yang merupakan besi garis yang berisi angka dan gigi-gigi
yang memberi jarak pada setiap angka sesuai dengan yang dibutuhkan. Lakukan
pembacaan angka batas benang atas dan benang bawah, lalu hitunglah.
Kendala dalam melakukan praktikum ini
adalah
1.
Kondisi lapangan yang tidak datar sehingga sulit untuk
membuat alat theodolit benar-benar dalam posisi horizontal, dan juga untuk
membuat obyek yang di ukur tepat bedada di tengah.
2.
Garis-garis dalam lensa theodolit (untuk menentukan benang
atas dan benang bawah) sangatlah tipis sehingga sulit apabila tidak benar-benar
jeli.
VII.
KESIMPULAN
1.
Hasil akhir pengukuran diperoleh dengan menggunakan
rumus :
D = L x 100
dengan:
D =
jarak datar
L =
selisih ‘ba’ (benang atas) dan ‘bb’ (benang bawah)
Setiap satu
sentimeter di rambu ukur mewakili satu meter di lapangan.
2.
Dari hasil praktikum acara 1 ini didapatkan bahwa jarak dari
alat ukur dan obyek yang akan diukur adalah 16 meter. Hasil 16 meter tidak
langsung didapatkan tetapi harus melalui proses perhitungan mengunakan rumus
dengan memasukkan data benang atas dan benang bawah yang didapatkan dari
pengukuran menggunakan dengan theodolit.
3.
Hasil pengukuran
menggunakan theodolit manual kurang akurat karena hasil baca rambu ukur antara
satu orang dengan orang lain bisa berbeda, belum lagi garis dalam lensa theodolit (untuk
menentukan benang atas dan benang bawah) sangatlah tipis sehingga benar-benar harus jeli dalam melihat benang atas dan benang
bawah.
DAFTAR PUSTAKA
Anggoro Sigit, Agus. 2007.
Ilmu Ukur Tanah. Surakarta : Fakultas
Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Basuki, Slamet. Ilmu Ukur
Tanah. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press.
Nice kak :)
ReplyDeleteSaya angkatan 2016, Geografi UMS🙏