> Gilang Suryo Nugroho: laporan 1 ilmu ukur tanah UMS

Search

Saturday, September 19, 2015

laporan 1 ilmu ukur tanah UMS



PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH
ACARA I
CENTERING DAN PENGUKURAN JARAK

 



 
Disusun Oleh :
GILANG SURYO NUGROHO
E100140057

Dosen Pengampu :
Agus Anggoro Sigit M.Si, M.Sc
Asisten Dosen :
Bondan Jati Kusumo
Wahyu Nugroho
Muh. Faqih Minallah
Nivo Prayogo
LABORATORIUM ILMU UKUR TANAH
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ACARA I
CENTERING DAN PENGUKURAN JARAK
I.     TUJUAN PRAKTIKUM
a.    Mengenalkan jenis-jenis dan bagian-bagian alat ukur yang biasa digunakan dalam ukur tanah termasuk fungsinya masing-masing.
b.   Mengetahui cara mengoperasikan jenis-jenis alat ukur tanah dengan benar.
II.     ALAT DAN BAHAN
a.    Theodolit Manual
b.    Kaki Statif (Tripot)
c.    Rambu Ukur
d.    Alat Tulis
III.     DASAR TEORI
Berkaitan dengan kegiatan-kegiatan dalam Ilmu Ukur Tanah, maka alat-alat yang digunakan tentu saja alat-alat pengukuran dengan ketelitian memadai. Peralatan utama yang umum diguakan dalam pengukuran tanah adalah Theodolit dan Waterpass; sedangkan peralatan penunjangnya meliputi : kaki statif (tripot), rambu (bak) ukur, yallon, patok dan rollmeter.
Ilmu Ukur Tanah bagi sebagian orang seringkali dipahami secara rancu dengan Ilmu Tanah. Keduanya memang memiliki media yang yang sama, yaitu 'tanah'. Perbedaan keduanya terletak pada obyek materinya. Ilmu Tanah mempelajari dan mengkaji tanah dalam pengertian sesungguhnya; sedangkan Ilmu Ukur Tanah mempelajari aspek-aspek geometris yang ada di permukaan tanah yang mencakup pengukuran, perhitungan dan penggambaran.
Theodolit adalah instrument / alat ukur utama dalam ilmu ukur tanah yang dirancang untuk pengukuran sudut yaitu sudut mendatar yang dinamakan dengan sudut vertikal. Dimana sudut – sudut tersebut berperan dalam penentuan jarak mendatar dan jarak tegak diantara dua buah titik lapangan. Di dalam theodolit, sudut yang dapat di baca bisa sampai pada satuan sekon (detik). Alat ukur ini dapat mengukur tiga ukuran dasar dalam ukur tanah yang meliputi : jarak, sudut dan azimuth. Aplikasi dari tiga ukuran dasar ini sangat luas, karena semua jenis pengukuran dalam ukur tanah tidak akan lepas dari ukuran-ukuran dasar tersebut.
Syarat – syarat utama yang harus dipenuhi alat theodolit sehingga siap dipergunakan untuk pengukuran yang benar adalah sbb :
1.        Sumbu kesatu benar – benar tegak / vertikal.
2.        Sumbu kedua harus benar – benar mendatar.
3.        Garis bidik harus tegak lurus sumbu kedua / mendatar.
4.        Tidak adanya salah indeks pada lingkaran kesatu.
Theodolit memiliki jenis beragam, ada yang manual dan ada pula yang digital. Perbedaan kedua jenis alat ini terletak pada teknis pembacaan ukuran hasil bidikan. Theodolit manual menuntut kecakapan dan ketelitian juru ukur dalam membaca hasil pengukuran. Pada satu obyek bidikan yang sama, dua orang juru ukur dapat menghasilkan dua hasil ukuran yang berbeda, karena ketelitian yang mungkin berbeda. Pada Theodolit digital hasil ukuran secara otomatis sudah terbaca dalam layar yang tersedia pada alat, sehingga selama dua orang juru ukur membidik obyek yang sama tepat pada satu titik, maka kemungkinan besar hasil ukuran tidak akan berbeda.
Tripot sesuai namanya alat ini memiliki 3 (tiga) kaki fleksibel yang digunakan untuk menyangga ataupun mendudukkan pesawat Theodolit, sehingga posisi alat tidak bergerak dan dapat dibuat horisontal walaupun berada pada permukaan tidak datar sekalipun. Hal ini disebabkan kaki fleksibel tripot yang dapat disetel panjang pendeknya.
Rambu ukur atau bak ukur merupakan pasangan theodolit dalam pengukuran jarak. Pengukuran jarak dengan mengunakan theodolit dan bak ukur adalah pengukuran jarak secara tidak langsung yang dikenal dengan metode pengukuran jarak optis.
          
IV.     LANGKAH KERJA
1.         Menyiapkan alat ukur tanah seperti Theodolit Manual, Rambu Ukur, dan Tripot.
2.         Memasang kaki statif atau tripot dan kaki tripot dibuat membentuk segitiga sama sisi agar seimbang. Kuatkan kaki tripot dengan menginjaknya ke dalam tanah.
3.         Memasang Theodolit tersebut dengan mengendurkan kunci baut yang terdapat pada tripot (pastikan kaki-kaki pesawat Theodolit tepat di atas segitiga papan dudukan). Tidak ketinggalan pula untuk mengatur theodolit supaya benar – benar datar dan dalam posisi horizontal serta mengusahakan lensa okuler diatur tingginya setinggi dada.
4.         Mengatur posisi Theodolit pas dan tepat dengan titik tengah segitiga papan dudukan dengan memantau titik tersebut melalui lensa okuler.
5.         Setelah dirasa pas dan tepat, kita kunci dengan mengencangkan kunci baut yang terdapat pada tripot sekaligus memastikan posisi agar kedudukan pengukur (juru ukur) berada tegak lurus dengan salah satu sisi dari segitiga papan dudukan Theodolit.
6.         Untuk mengatur Nivo, Perhatikan gambar di samping ini. Gambar tersebut adalah kaki-kaki pesawat theodolit yang menempel pada papan dudukan. Pada kaki-kaki terdapat knop perata horisontal yang dapat digerakkan memutar. Garis panah lengkung merah menunjukkan gerakan keluar, sedangkan garis lengkung biru menunjukkan gerakan masuk. Gerakan masuk keluar adalah gerakan jari tangan untuk menyetel gelembung nivo kotak dalam rangka leveling alat. Perlu selalu diingat, bahwa setiap pengukuran dengan menggunakan pesawat Theodolit langkah pertama yang harus dilakukan adalah mendudukkan pesawat ukur dalam posisi datar (level). Pada saat jari memutar (arah masuk masuk semua; arah keluar keluar semua), perhatikan gelembung dalam nivo kotak (yang sebenarnya berbentuk lingkaran). Kita pastikan gelembung tersebut berada pada posisi satu garis lurus dengan letak menjauh atau mendekat dengan pengukur/juru ukur. Jika gelembung sudah berada pada posisi tegak atau vertikal, kemudian masukkan gelembung pada tengah-tengah nivo dengan cara memutar knop perata horisontal pada dudukan theodolite nomor 3 atau menggerakkan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut.. Apabila gelembung sudah berada tepat di tengah nivo, maka langkah selanjutnya adalah menyetel nivo tabung dengan cara memposisikan gelembung tepat berada di tengah-tengah nivo (mendatar) dengan cara menggerakan secara beraturan sekrup pendatar / kiap di tiga sisi alat ukur tersebut. Alat sudah siap digunakan jika gelembung pada kedua nivo sudah tepat berada di tengah-tengah. Hal ini menunjukkan, bahwa alat ukur sudah benar-benar dalam posisi horizontal.
7.         Sebelum membidik Obyek yang akan diukur, kita memposisikan theodolit dengan mengendurkan sekrup pengunci centering kemudian geser kekiri atau kekanan sehingga tepat pada tengah – tengah titik ikat (BM ), dilihat dari centering optik .
8.         Membidik obyek yang akan diukur, kemudian kunci obyek dengan pengunci vertikal dan horizontal. Atur pemfokusan agar obyek terlihat jelas.
9.         Melakukan pengujian kedudukan garis bidik dengan bantuan rambu ukur, tentukan benang atas dan benang bawah, kemudian hitunglah jarak dari alat ukur dengan obyek. Periksa kembali ketepatan hasilnya.


V.     HASIL PRAKTIKUM
Dari pengukuran didapatkan data sebagai berikut:
       benang atas     (ba)  : 1,48
       benang bawah (bb)  : 1,32
Rumus perhitungan :           D  =  L x 100                                  
D     =  jarak datar
L     =  selisih ‘ba’ (benang atas) dan ‘bb’ (benang bawah)
       maka:
            L = ba - bb = 1,48-1,32= 0,16
    D = L x 100 = 0,16 x 100 = 16 meter

VI.     PEMBAHASAN
Dari hasil praktikum acara 1 ini didapatkan bahwa jarak dari alat ukur dan obyek yang akan diukur adalah 16 meter. Hasil 16 meter tidak langsung didapatkan tetapi harus melalui proses perhitungan mengunakan rumus dengan memasukkan data benang atas dan benang bawah yang didapatkan dari pengukuran menggunakan dengan theodolit. Benang atas dan benang bawah kemudian dicari selisihnya dengan mengurangkan benang atas dan benang bawah, kemudian dikali 100. Dikali 100 karena satuan pada rambu ukur adalah sentimeter sedangkan satuan yang diinginkan adalah meter.
Praktikum Ilmu Ukur Tanah pada pertemuan pertama memperkenalkan alat praktikum, mempelajari Centering dan Pengukuran jarak. Pada awal praktikan pertemuan pertama, alat yang digunakan theodolit. Sebelum di gunakan, theodloit terlebih dahulu dilakukan centering. Bagi pemula praktikan, melakukan centering agak sedikit kesulitan, praktikan harus menemukan titik tengah. Akan tetapi melakukan centering bisa dilakukan sendiri dengan menggunakan feeling membuka kaki dari penyangga theodolit agar menemukan titik tengah. Untuk melakukan pengukuran jarak, yang pertama dilakukan ialah posisi gelembung di nivo pada theodolit harus seimbang sama-sama berada ditengah, dan sudut pada theodolit harus 900. Letakkan rambu ukur yang merupakan besi garis yang berisi angka dan gigi-gigi yang memberi jarak pada setiap angka sesuai dengan yang dibutuhkan. Lakukan pembacaan angka batas benang atas dan benang bawah, lalu hitunglah.

Kendala dalam melakukan praktikum ini adalah
1.    Kondisi lapangan yang tidak datar sehingga sulit untuk membuat alat theodolit benar-benar dalam posisi horizontal, dan juga untuk membuat obyek yang di ukur tepat bedada di tengah.
2.    Garis-garis dalam lensa theodolit (untuk menentukan benang atas dan benang bawah) sangatlah tipis sehingga sulit apabila tidak benar-benar jeli.


















VII.     KESIMPULAN
1.    Hasil akhir pengukuran diperoleh dengan menggunakan rumus :
D         =  L x 100
dengan:                                                                        
D  =  jarak datar
L   =  selisih ‘ba’ (benang atas) dan ‘bb’ (benang bawah)
Setiap satu sentimeter di rambu ukur mewakili satu meter di lapangan.
2.    Dari hasil praktikum acara 1 ini didapatkan bahwa jarak dari alat ukur dan obyek yang akan diukur adalah 16 meter. Hasil 16 meter tidak langsung didapatkan tetapi harus melalui proses perhitungan mengunakan rumus dengan memasukkan data benang atas dan benang bawah yang didapatkan dari pengukuran menggunakan dengan theodolit.
3.    Hasil pengukuran menggunakan theodolit manual kurang akurat karena hasil baca rambu ukur antara satu orang dengan orang lain bisa berbeda, belum lagi garis dalam lensa theodolit (untuk menentukan benang atas dan benang bawah) sangatlah tipis sehingga benar-benar harus jeli dalam melihat benang atas dan benang bawah.













DAFTAR PUSTAKA
Anggoro Sigit, Agus. 2007. Ilmu Ukur Tanah. Surakarta : Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Basuki, Slamet. Ilmu Ukur Tanah. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press.





1 comment: